Ramadhan menjadi bulan mulia serta penuh berkah yang selalu dinanti-nantikan oleh seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia. Selain itu, bulan Ramadhan juga selalu disambut gembira oleh seluruh kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Pada bulan Ramadhan ini Alloh menjanjikan banyak kebaikan dan keberkahan serta pahala yang berlipat lipat bagi bagi mereka yang bisa memanfaatkan dengan baik bulan ini. Sehingga tidak aneh kalau bulan Ramadhan banyak orang yang melakukan berbagai ibadah. Dan salah satu ibadah yang identik dengan bulan Ramadhan adalah shaum/puasa. Karena memang Alloh Subhana wa ta’ala telah mewajibkan untuk berpuasa bagi orang-orang yang beriman pada bulan Ramadhan ini.
Niat Puasa
Jika telah jelas masuknya bulan Ramadhan dengan penglihatan mata persaksian atau dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari, maka wajib atas setiap muslim yang mukallaf untuk niat puasa di malam harinya, hal ini berdasarkan pada sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam yang artinya :
“Barang siapa yang tidak niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya”
Dan sabda beliau Shallallahu ‘alahi wa sallam yang artinya :
“Barang siapa tidak niat untuk melakukan puasa pada malam harinya, maka tidak ada puasa baginya.”
Perlu diketahui bahwa niat itu tempatnya di dalam hati, dan melafazkannya merupakan hal bid’ah yang sesat, walaupun mereka menganggapnya sebagai satu perbuatan baik. Perlu diingat bahwa kewajiban niat semenjak malam harinya ini hanya dikhususkan untuk shaum/puasa wajib saja, karena Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam pernah datang ke Aisyah pada selain bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda : “Apakah engkau punya santapan siang? Maka jika tidak ada aku akan berpuasa” (Hadits Riwayat Muslim 1154).
Selain itu, hal ini juga dilakukan oleh para sahabat, seperti Abu Darda, Abu Thalhah, Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas, Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu ‘anhum dibawah benderanya Sayyidnya bani Adam. (Lihatlah dan takhrijnya dalam Taghliqul Ta’liq 3/144-147).
Kemampuan Adalah Dasar Pembebanan Syariat
Barang siapa yang mendapati bulan Ramadhan tetapi dia tidak tahu sehingga dia pun makan dan minum, kemudian baru tahu, maka dia haris menahan diri (makan, minum dan hal-hal lainnya yang bisa membatalkan puasa) serta menyempurnakan puasanya tersebut (tidak perlu di qadha). Barang siapa yang belum makan dan minum (tetapi tidak tahu sudah masuk bulan Ramadhan), maka tidak disyaratkan baginya niat pada malam hari, karena hal itu tidak mampu dilakukannya (karena dia tidak tahu telah masuk bulan Ramadhan). dan termasuk dari ushul syariat yang telah ditetapkan : “Kemampuan adalah dasar pembebanan syariat”.
Dalam hal ini, ada hadits dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha (dia berkata) : “Adalah Shallallahu ‘alahi wa sallam pernah memerintahkan puasa Asyura, maka ketika diwajibkan puasa Ramadhan, maka bagi yang mau puasa Asyura diperbolehkan, dan yang mauk berbuka dipersilahkan.” (Hadits Riwayat Bukhari 4/212 dan Muslim 1135).
Dan dari Salamah bin Al-Akwa’ Radhiyallahu, ia berkata : “Shallallahu ‘alahi wa sallam menyuruh seorang dari bani Aslam untuk mengumumkan kepada manusia, bahwasanya barang siapa yang sudah makan hendaklah puasa sampai maghrib, dan barang siapa yang belum makan teruskan berpuasa karena hari ini adalah hari Ayura” (Hadits Riwayat Bukhari 4/216, Muslim 1135).
Perlu diketahui bahwa puasa Asyura ini dulunya wajib, kemudian dimansukh (dihapus kewajiban tersebut), mereka telah diperintahkan untuk tidak makan dari mulai siang dan hal itu cukup bagi mereka. Puasa Ramadhan adalah wajib, maka hukumnya sama dengan puasa Asyura ketika masih wajib, tidak berubah (berbeda sedikitpun).